Diposting pada 16 December 2020, 08:28 Oleh OI
Slawi - Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DistanKP) Kabupaten Tegal Toto Subandriyo mengungkapkan pupuk bersubsidi masih tersedia sampai dengan akhir Desember 2020. Lima jenis pupuk subsidi yang masih tersedia per tanggal 8 Desember 2020 lalu antara lain, urea sebanyak 4.599 ton, SP-36 sebanyak 639 ton, ZA sebanyak 961 ton, NPK sebanyak 1.411 ton dan pupuk organik sebanyak 1.056 ton. “Pemegang kartu di Kabupaten Tegal belum mengambil seluruh kuota pupuk subsidinya, sehingga secara data, pupuk tersebut masih tersedia di kios atau tempat penjualan,” kata Toto saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa (15/12/2020) pagi.
Namun, pada kenyataannya petani masih merasa kesulitan untuk mendapatkan pupuk bersubsidi. Menurut Toto hal ini dikarenakan pembelian pupuk subsidi harus menggunakan kartu tani. Ketentuan wajib tersebut mulai diberlakukan per 1 September 2020 mendasarkan Surat Keputusan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Nomor 491/KPts/Sa.320/BS.2/08/2020 tentang Penagihan Pupuk Bersubsidi Menggunakan Dashboard Bank Tahun Anggaran 2020.
“Per tanggal 1 September 2020 lalu, saat petani membutuhkan pupuk, mau tidak mau harus menggunakan kartu tani yang sudah terintegrasi dengan sistem elektronik atau e-RDKK (Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok),” ujarnya.
Toto menjelaskan, sepanjang bulan Januari sampai dengan Agustus 2020, petani masih bisa membeli pupuk bersubsidi secara manual, meski sudah mengantongi kartu tani. Namun, selama periode tersebut banyak petani membeli seluruh kuota pupuk subsidi yang dimilikinya selama setahun, termasuk kuota yang seharusnya diperuntukan masa tanam ketiga, yaitu bulan September, Oktober dan Desember. Karena kebutuhan yang tinggi, seluruh pupuk subsidi itupun habis digunakan sebelum datangnya masa tanam ketiga. Akibatnya, di bulan September mulai terjadi gaduh kekurangan pupuk.
Selama ini, imbuh Toto, anjuran dosis pupuk subsidi dari Kementerian Pertanian dianggap petani belum mencukupi kebutuhan di lapangan. Pada hal, dosis pupuk yang tercantum di e RDKK sudah memenuhi rekomendasi teknis yang dianjurkan. Misalnya, alokasi untuk pupuk urea yang disediakan pemerintah adalah 250-300 kilogram per hektare, sedangkan petani biasa mengaplikasikan pupuk untuk tanaman padi 300 Kg kilogram per hektare. Sehingga, untuk mengatasi ini petani pun terpaksa menggunakan jatah pupuk subsidi yang sebenarnya untuk musim tanam ketiga atau membeli pupuk non subsidi untuk mencukupi kebutuhannya.
Di sisi lain, sinyalemen akan adanya kekurangan pupuk subsidi tahun ini sesungguhnya sudah terpetakan sejak awal, yaitu saat pihaknya menerima alokasi pupuk dari Dinas Pertanian dan Perkebunan provinsi Jawa Tengah Tanggal 3 Januari dan diperbaharui pada tanggal 19 Maret 2020, alokasi urea hanya 27.500 ton atau hanya 75,91 persen dari RDKm, SP-36 3.300 ton atau 27,6 persen dari RDKK, ZA 3.823 ton atau 43,93 persen dari RDKK, NPK 8.595 ton atau 85,39 persen dari RDKK, dan Organik 3.531 ton atau 16,06 persen dari RDKK. Namun, setelah ada realokasi dari Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi yang ditindaklanjuti dengan SK realokasi Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Tegal tanggal 5 Oktober 2020 alokasi Urea menjadi 34.900 ton, SP-36 4.283 ton, ZA 4.584 ton, NPK 8.595 ton, dan Organik 3.531 ton, Meskipun persentase alokasi tidak mencapai 100 persen dari RDKK yang diajukan, namun berdasarkan prediksi kebutuhan pupuk di lapangan jumlah tersebut cukup memenuhi kebutuhan.
Di sisi lain, Toto mengakui jika kebijakan kartu tani ini perlu banyak pembenahan, sehingga diharapkan di tahun 2021 mendatang tidak ditemui lagi kendala dalam penggunaannya. Kartu tani ini, ungkap Toto, digunakan secara khusus untuk membaca alokasi pupuk bersubsidi dan transaksi pembayarannya melalui mesin electronic data capture (EDC) BRI yang ada di 177 kios pupuk lengkap (KPL) di Kabupaten Tegal. Kartu tani ini dapat pula berfungsi untuk melakukan seluruh transaksi perbankan pada umumnya.
Sejumlah kendala yang dihadapi antara lain hilangnya 616 kartu tani, tertutupnya 1.132 rekening kartu tani, terblokirnya 1.276 kartu akibat kesalahan penggunaan pin, kuota kosong pada 2.409 kartu tani dan sebanyak 2.437 kartu tani sudah tidak aktif karena tidak pernah digunakan. Guna mengatasi itu, pihaknya telah melakukan konsolidasi dengan Bank Rakyat Indonesia (BRI) sebagai penerbit kartu tani.
“Petani yang mengatakan pupuk subsidi sulit dibeli bisa jadi karena ada kendala di kartu taninya. Ketika pin terblokir ataupun kartu hilang, petani harus datang sendiri ke bank, tidak boleh diwakilkan. Dan kebanyakan petani kita tidak mau mengurusnya lalu menyimpulkan kesulitan mendapatkan pupuk subsidi,” tutur Toto.
Faktor lain yang kemungkinan terjadi adalah kondisi kartu tani yang sudah tidak memiliki kuota. Artinya petani sudah tidak dapat memiliki jatah pupuk yang bisa diambil. Karena jatah pupuk subsidinya sudah diambil atau dihabiskan lewat pembelian manual sebelum tanggal 1 September 2020, sehingga saat pemberlakuan kartu tani para petani tidak dapat mengambil jatah pupuk subsidinya lagi.
Selain itu, dimungkinkan pula permasalahan timbul karena kartu tani dititipkan di KPL ataupun orang lain yang bukan pemilik asli kartu tani tersebut dan menyalahgunakannya. Sehingga, saat pemilik kartu tani asli ingin membeli pupuk subsidi, kuota di kartu taninya sudah habis. Oleh karena itu, pihaknya bersama BRI menghimbau agar kartu tani ini tidak dititipkan, tapi dipegang sendiri oleh masing-masing petani yang bersangkutan.
Toto pun berharap, seluruh permasalahan yang muncul di tahun 2020 ini bisa dievaluasi dan dicarikan jalan keluarnya agar kendala implementasi kartu tani tahun depan bisa diminimalisir. Lebih lanjut Toto menyampaikan, jumlah petani dan luas tanam di e-RDKK Kabupaten Tegal di tahun 2021 meningkat jika dibandingkan dengan e-RDKK tahun ini. Pihaknya mencatat ada peningkatan jumlah petani yang diusulkan di e-RDKK sebanyak 11.726 orang atau 15,35 persen dan peningkatan luas tanam 10.442 hektare atau bertambah 9 persen.
"Kesuksesan dalam penggunaan dan pengendalian distribusi pupuk bersubsidi lewat kartu tani adalah kerja tim, kerja kolaborasi. Oleh karena itu, kekompakan, keseriusan, dan konsistensi dari petani, kelompok tani, KPL, distributor, petugas BRI dan pihak lain yang terkait sangatlah dibutuhkan," jelasnya. (OI)