Diposting pada 08 October 2020, 16:58 Oleh PATRIAWATI NARENDRA, S. KM, M.K.M
Penyakit asal pangan telah membawa masalah yang cukup serius di dunia dan
mengancam kesehatan manusia. Perubahan mikroorganisme seperti munculnya strain
baru serta meningkatnya resistensi antibiotik semakin penting untuk dipelajari
karena membuat manusia rentan terhadap penyakit asal pangan.
Clostridium Difficile merupakan kuman flora normal dalam saluran pencernaan
manusia, tetapi dalam keadaan tertentu dapat menimbulkan penyakit, yaitu
menjadi patogen bila ada kesempatan untuk bermultiplikasi dan membentuk toksin.
Clostridium Difficile juga dapat
ditemukan dalam tanah, rumput kering, pasir, kotoran hewan seperti sapi, kuda,
keledai, anjing, kucing dan hewan pengerat (Prasetyo 2004).
Clostridium botulinum dan Clostridium
perfringens sudah menjadi perhatian dalam keamanan pangan karena
menghasilkan toksin yang kuat dan spora yang dihasilkan dapat bertahan pada
pengawetan dengan pengeringan, berbagai perlakuan panas dan metode preservasi
yang lain. Spesies clostridia yang lain dikenal sebagai bakteri penyebab
pembusukan. Sampai sekarang belum ada laporan resmi jika infeksi Clostridium Difficile pada manusia
disebabkan mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi. Clostridium Difficile terdapat pada hewan ternak dan spora yang
dihasilkan dapat bertahan pada suhu pemasakan biasa dan beberapa kondisi
pemrosesan makanan, oleh sebab itu foodborne oleh Clostridium Difficile tidak boleh diabaikan.
A.
EPIDEMIOLOGI
Infeksi Clostridium Difficile
(CDI) banyak dilaporkan terjadi pada pasien yang sedang menjalani perawatan di
rumah sakit atau fasilitas kesehatan. Saat ini terjadi peningkatan kejadian
infeksi Clostridium Difficile di
masyarakat. Spora Clostridium Difficile
sudah dideteksi pada daging, seafood, dan beberapa jenis sayuran yang merupakan
indikasi potensial kejadian foodborne karena Clostridium Difficile (Doyle 2013).
Sampai sekarang masih sedikit perhatian diberikan kepada Clostridium Difficile sebagai salah
salah satu penyebab foodborne patogen. Beberapa peneliti telah menemukan
bakteri tersebut pada makanan dan menduga ada transmisi dari makanan untuk
menyebabkan foodborne (Palacios et al. 2012). Strain yang menyebabkan infeksi
pada manusia ternyata ditemukan di hewan maupun makanan seperti daging dan
sayuran (Palacios et al. 2013)
Clostridium
Diffcile adalah bakteri yang mengancam jiwa yang
menyebabkan diare dan kondisi usus lebih serius seperti radang usus besar dan
sering dikaitkan dengan penggunaan antibiotik jangka panjang. CDAD ini paling
sering dikontrak oleh orang tua dan mereka dengan paparan terakhir ke rumah
sakit, panti jompo dan lembaga kesehatan lainnya. Selama beberapa tahun
terakhir, lebih beracun strain Clostridium
Difficile telah muncul menyebabkan wabah di fasilitas kesehatan di seluruh
dunia.
Clostridium Difficile yang juga sering disebut Clostridium difficile atau Clostridium Difficile adalah bakteri
yang dapat menyebabkan gejala mulai dari diare hingga peradangan usus besar
yang mengancam jiwa. Penyakit dari Clostridium Difficile paling sering
mempengaruhi orang dewasa yang lebih tua di rumah sakit atau di fasilitas
perawatan jangka panjang dan biasanya terjadi setelah penggunaan obat
antibiotik. Namun, penelitian menunjukkan peningkatan tingkat infeksi
Clostridium Difficile antara orang-orang tradisional tidak dianggap berisiko tinggi
seperti individu yang lebih muda dan sehat tanpa riwayat penggunaan antibiotik
atau paparan fasilitas pelayanan kesehatan.
Antibiotik merupakan obat
yang paling banyak diresepkan pada pasien anak. Di samping
manfaatnya pada pengobatan penyakit infeksi, antibiotik juga memiliki banyak efek
samping, di antaranya adalah diare yang disebut dengan antibiotic associated
diarrhea (AAD). Antibiotic associated diarrhea adalah
diare yang terjadi selama atau setelah pemberian antibiotik, penyebab lain
tidak bisa ditemukan. Hampir 25% diare akibat pemakaian antibiotik
disebabkan oleh Clostridium difficile (C. difficile) sehingga AAD
sering juga disebut dengan clostridium difficile associated diarrhea (CDAD). Clostridium
difficile merupakan bakteri anaerob, Gram positif yang menghasilkan spora
dan 2 macam toksin, yaitu toksin A dan B. Toksin A memiliki efek enterotoksin,
sedangkan toksin B memiliki efek sitotoksin. Efek sitopatik yang dihasilkan
oleh toksin B 10 kali lebih poten dibandingkan dengan toksin A. Tidak semua strain
akan menghasilkan toksin. Hanya strain yang toksigenik saja yang
dapat menghasilkan toksin tersebut.
Cytotoxicity assay merupakan
baku emas dalam penegakan diagnosis, tetapi pemeriksaan ini membutuhkan waktu
yang lama dan tenaga ahli yang sudah berpengalaman. Pemeriksaan
PCR merupakan metode terbaru dalam penegakan diagnosis CDAD. Hasil pemeriksaan
tersebut dapat langsung diketahui pada hari itu juga sehingga sangat membantu
dalam tata laksana pasien lebih lanjut. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi gen
yang menyandi toksin B (tcdB) dari tinja serta memiliki sensitivitas dan
spesifisitas yang tinggi, masing-masing 92%-97% dan 100%. Terdapat
beberapa faktor risiko yang berhubungan dengan terjadinya infeksi Clostridium
Dfficile yang menderita AAD, yaitu antibiotik yang digunakan, umur, dan
status gizi. Kejadian AAD dipengaruhi oleh dosis, jumlah, dan cara
pemberiannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proporsi CDAC,
faktor yang memengaruhinya dan antibiotik yang paling banyak menimbulkan CDAD.
Risiko infeksi Clostridium Difficile
menjadi lebih tinggi jika Anda pernah menjalani operasi perut atau prosedur
gastrointestinal. Usia yang lebih tua juga merupakan faktor risiko untuk
infeksi Clostridium Difficile. Dalam sebuah penelitian, risiko terinfeksi Clostridium Difficile menjadi 10 kali
lebih tinggi untuk orang-orang usia 65 tahun atau lebih tua dibandingkan dengan
orang-orang muda. Setelah memiliki infeksi Clostridium
Difficile sebelumnya, kemungkinan Anda mengalami infeksi berulang bisa
sampai 20 persen, dan risiko meningkat lebih lanjut dengan setiap infeksi
berikutnya.
B.
DEFINISI
CLOSTRIDIUM DIFFICILE
Clostridium Difficile termasuk bakteri berspora, berbentuk batang, gram
positif, bersifat anaerob dan sebagian besar merupakan flora normal di saluran
pencernaan manusia. Clostridium Difficile dalam keadaan tertentu dapat
menimbulkan penyakit, yaitu menjadi patogen bila ada kesempatan untuk
bermultiplikasi dan membentuk toksin (Rahimi et al. 2014).
Gambar 1. Clostridium difficile (Rupnik et al. 2009)
Clostridium Difficile pada awalnya disebut Bacillus difficilis karena
sulitnya diisolasi. Di usus pertumbuhan bakteri ini lebih lambat dibanding
bakteri lain yang berada di saluran pencernaan. Suhu pertumbuhan berkisar 25-450
C dengan suhu optimal tumbuh antara 30-370 C, namun ada beberapa strain yang
tumbuh cepat pada suhu tinggi. Hampir sama dengan bakteri patogen pembentuk
spora yang lain, Clostridium Difficile relatif tidak dipengaruhi oleh pemanasan
pada suhu ? 720 C. Spora akan inaktif
5-6 log10 pada suhu 850 C selama 15 menit tapi diperlukan suhu lebih
tinggi untuk memastikan hilangnya spora
(Palacios et al. 2012).
Clostridium Difficile selama ini dikenal sebagai penyebab nosokomial yang
berkaitan dengan diare dan kolitis pseudomembran pada pasien di rumah sakit
(Rahimi et al. 2014). Menurut Palacios et al. (2012) diperkirakan 20-27 % kasus
infeksi Clostridium Difficile terjadi di masyarakat bukan di lingkungan rumah
sakit atau fasilitas kesehatan, walaupun belum ada laporan resmi tentang
kejadian foodborne oleh Clostridium Difficile di masyarakat.
C.
INFEKSI CLOSTRIDIUM DIFFICILE
Infeksi clostridium difficile adalah infeksi yang
disebabkan oleh bakteri clostridium difficile (C. Diff), yaitu bakteri yang menyebabkan
penyakit ringan seperti diare sampai peradangan berbahaya di usus besar Infeksi biasanya muncul setelah penggunaan
antibiotik dan merupakan penyakit paling umum ketika orang berada di rumah
sakit.
Gambar 2. Jumlah publikasi Clostridium difficile di
rumah sakit dan masyarakat (Palacios et al. 2012)
Terjadi peningkatan hampir dua kali lipat setelah tahun 2006 (gambar 2)
mencerminkan meningkatnya kasus infeksi Clostridium Difficile pada manusia dan
teridentifikasinya Clostridium Difficile pada makanan (Palacios et al. 2012).
Produk makanan yang pertama kali diperiksa dan ditemukan positif Clostridium Difficile terjadi pada tahun 1994
saat Broda dan kolega melakukan studi tentang mikroorganisme yang membentuk gas
“blown pack” pada pembusukan daging sapi dan daging babi (Palacios et al. 2012;
Palacios et al. 2013)
Sumber Clostridium Difficile bisa berada pada produk makanan masih belum
jelas. Kontaminasi pada daging dimungkinkan karena Clostridium Difficile sudah
berada pada saluran pencernaan hewan, tapi dapat juga berasal dari kontaminasi
tangan pekerja rumah potong hewan, peralatan pemotongan atau lingkungan rumah
potong selama proses pemotongan berlangsung. Kemampuan spora Clostridium Difficile
bertahan lama di lingkungan dapat meningkatkan kemampuan untuk mengkontaminasi
hewan dan makanan (Rahimi et al. 2014).
Menurut Doyle (2013), ada beberapa rute potensial infeksi Clostridium Difficile
yaitu:
1. Kontak manusia-manusia
Clostridium Difficile umumnya berada di kulit pasien penderita CDI (C.
difficile infection). Tangan dari perawat di fasilitas kesehatan dipercaya
menjadi perantara perpindahan nosokomial patogen di rumah sakit dan fasilitas
kesehatan yang lain. Pasien yang tidak menunjukkan gejala klinis menjadi sumber
utama penyebaran Clostridium Difficile di masyarakat termasuk pasien rawat inap
lama di fasilitas kesehatan.
2. Kontak hewan-manusia
Hewan dari beberapa spesies sudah membawa Clostridium Difficile dan hal ini
menjadi kemungkinan manusia dapat terinfeksi melalui kontak langsung dengan
hewan kesayangan atau ternak.
3. Airborne transmission
Penularan lewat udara telah dibuktikan melalui suatu penelitian. Sampel
udara yang diambil selama 1 jam di dekat 50 pasien dengan Clostridium Difficile
menunjukkan hasil positif adanya bakteri di sekitar 6 pasien.
4. Kontak dengan perlengkapan yang terkontaminasi
Spora dari Clostridium Difficile telah dapat dideteksi dari lantai ruangan
pasien, ruang kerja dokter dan perawat. Stetoskop yang dipakai dokter juga
dapat menjadi alat penularan dari kulit pasien ke tempat lain.
5. Konsumsi makanan atau air yang terkontaminasi
Clostridium Difficile sudah berhasil diisolasi dari daging ruminansia
maupun unggas sehingga menjadi rute potensial sebagai foodborne untuk
menginfeksi manusia. Daging dapat terkontaminasi selama proses pemotongan.
Selain itu kontaminasi dapat terjadi melalui pekerja yang menangani dan tidak
menerapkan higiene personal dengan baik.
D.
PENULARAN CLOSTRIDIUM DIFFICILE
Penularan dapat terjadi dari kontak langsung hewan ke manusia atau secara
tidak langsung melalui konsumsi makanan yang terkontaminasi (Gould dan Limbago
2010). Menurut Kumala (2004), penularan terjadi melalui makanan yang
terkontaminasi kuman Clostridium Difficile atau dengan spora kuman. Selain itu,
adanya Clostridium Difficile yang berhasil diisolasi dari daging ayam, daging
kalkun dan daging burung unta di kota Isfahan dapat menjadi resiko potensial
infeksi Clostridium Difficile pada manusia melalui konsumsi daging (Hasanzadeh
dan Rahimi 2013a; Hasanzadeh dan Rahimi 2013b), mengakibatkan peningkatan
jumlah bakteri dan toksin di usus setelah konsumsi makanan terkontaminasi..
Pada keadaan normal jumlah toksin yang dihasilkan hanya sedikit dan dapat
dinetralisir oleh bakteri lain yang berada dalam usus (Kumala 2004).
E.
TANDA DAN GEJALA INFEKSI
Tanda dan gejala khas
dari infeksi clostridium difficile adalah:
·
Diare
berair 10-15 kali sehari
·
Kram
dan nyeri di perut yang dapat memburuk
·
Demam
·
BAB
berdarah
·
Mual
dan muntah
·
Dehidrasi
·
Nafsu
makan menurun
·
Berat
badan menurun
Penyakit yang lebih parah dapat berupa usus besar yang meradang colitis
atau bagian jaringan usus besar yang dapat berdarah atau bernanah
pseudomembranus colitis. Beberapa gejala atau tanda lainnya mungkin tidak
tercantum di atas. Jika Anda merasa cemas tentang gejala tersebut, segera
konsultasi ke dokter Anda.
Penyebab paling umum dari infeksi clostridium difficile adalah karena
penggunaan antibiotik seperti clindamycin penisilin, fluoroquinolones, dan
cephalosporins jangka panjang. Ketika Anda mengonsumsi antibiotik tersebut
untuk melawan bakteri jahat penyebab infeksi, bakteri baik di dalam usus juga
ikut terserang. Hal ini membuat bakteri jahat Clostridium Difficile berkembang biak secara abnormal. Pertumbuhan
bakteri Clostridium Difficile yang tak terkendali tersebut menghasilkan racun
yang menyerang lapisan usus. Akibatnya, usus mengalami peradangan yang
menyebabkan diare berair. Bakteri Clostridium Difficile sendiri dapat ditemukan
di mana saja, seperti di tanah, air, kotoran manusia dan hewan, serta produk
makanan layaknya daging olahan. Beberapa orang yang sehat juga secara alami membawa
bakteri Clostridium Difficile di usus, namun mereka tidak memiliki efek buruk
dari bakteri tersebut. Selain itu, paparan bakteri dan spora juga dapat
tersebar melalui kontak dengan kotoran dan permukaan atau makanan yang
terkontaminasi termasuk pispot, perabot, kain linen, dan dudukan toilet.
Beberapa faktor risiko
infeksi clostridium difficile adalah:
·
Mengonsumsi
lebih dari satu jenis antibiotik
·
Mengonsumsi
antibiotik untuk waktu yang lama
·
Mengonsumsi
obat-obatan untuk mengurangi asam lambung, seperti inhibitor pompa proton
·
Orang
lanjut usia
Beberapa pilihan gaya hidup dan pengobatan rumahan yang mungkin dapat
mengatasi infeksi clostridium difficile adalah:
·
Selalu
cuci tangan dengan sabun dan air
·
Gunakan
antibiotik untuk C. diff sampai habis
·
Minum
banyak cairan yang mengandung air, garam, dan gula, misalnya jus buah encer,
minuman kaleng, dan kaldu
·
Makan
makanan yang mengandung karbohidrat jika terkena diare berair. Kentang, mi,
nasi, gandum, oatmeal, dan biskuit asin merupakan pilihan baik
Berbagai pilihan pengobatan untuk infeksi clostridium difficile adalah:
·
Berhenti
menggunakan antibiotik yang memicu infeksi.
·
Pengobatan
dengan antibiotik baru (metronidazole atau vancomycin). Antibiotik ini menahan
pertumbuhan Clostridium Difficile saat
mengizinkan bakteri normal untuk tumbuh di dalam usus.
·
Perbanyak
cairan apabila Anda mengalami dehidrasi.
·
Pengobatan
lainnya adalah probiotik atau, untuk kasus yang lebih parah, operasi untuk
mengangkat usus besar yang terkena. Probiotik adalah bakteri menguntungkan dan
ragi yang membantu mengembalikan keseimbangan mikroorganisme yang sehat di
dalam usus besar.
Penyakit ini umumnya bisa kambuh dan memerlukan pengobatan lebih banyak
lagi. Selalu konsultasikan ke dokter apabila kondisi Anda tidak membaik. Dokter
dapat mendiagnosis jika dapat menemukan apakah ada riwayat penggunaan
antibiotik dan awal gejala tipikal. Diagnosis dipastikan dengan tes darah dan
kotoran. Terkadang, pemeriksaan usus besar menggunakan sigmoidoskopi
fleksibel dan computed tomography (CT).
Beberapa orang membawa bakteri Clostridium Difficile di usus mereka, tetapi
tidak pernah menjadi sakit, meskipun mereka masih dapat menyebarkan infeksi.
Penyakit Clostridium Difficile biasanya berkembang selama atau dalam beberapa
bulan setelah penggunaan antibiotik.
Gejala yang paling umum dari infeksi Clostridium Difficile ringan hingga
moderat antara lain yaitu :
• Mengalami diare berair lebih dari 2 kali sehari selama dua hari atau lebih.
• Kram dan nyeri perut ringan.
Dalam kasus yang parah, orang cenderung mengalami dehidrasi dan mungkin
perlu rawat inap. Clostridium Difficile menyebabkan usus besar menjadi meradang
(kolitis) dan terkadang dapat membentuk patch jaringan mentah yang berdarah
atau menghasilkan nanah (kolitis pseudomembran). Tanda dan gejala infeksi yang
parah meliputi:
· Diare berair 10 sampai 15 kali sehari
· Kram dan nyeri perut yang hebat
· Demam
· Darah atau nanah dalam tinja
· Mual
· Dehidrasi
· Kehilangan nafsu makan
· Turun berat badan
· Perut bengkak
· Gagal ginjal
· Peningkatan jumlah sel darah putih
Beberapa orang mengalami mencret selama atau segera setelah terapi
antibiotik. Hal ini mungkin disebabkan oleh infeksi Clostridium Difficile.
Temui dokter jika berak berair lebih dari dua kali sehari selama lebih dari dua
hari atau jika mengalami demam baru, sakit atau kram perut yang parah atau ada
darah dalam tinja. Bakteri Clostridium Difficile dapat ditemukan dalam tanah,
udara, air, kotoran manusia dan hewan dan produk-produk makanan seperti daging
olahan. Sebagian kecil orang yang sehat secara alami membawa bakteri di usus
besar dan tidak mengalami efek buruk dari infeksi. Infeksi Clostridium Difficile
yang paling sering dikaitkan dengan perawatan kesehatan, terjadi di rumah sakit
dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya di mana orang membawa presentase
bakteri lebih tinggi. Namun, penelitian menunjukkan tingkat peningkatan infeksi
Clostridium Difficile juga terkait dengan masyarakat terjadi antara populasi
tradisional tidak dianggap berisiko tinggi, seperti anak-anak dan orang-orang yang
tidak memiliki riwayat penggunaan antibiotik atau rawat inap baru-baru ini. Bakteri
C. difficile diteruskan dalam tinja dan menyebar ke makanan, permukaan dan
benda-benda ketika orang yang terinfeksi tidak mencuci tangan dengan benar.
Bakteri menghasilkan spora yang dapat bertahan dalam sebuah ruangan selama
beberapa minggu atau bulan. Jika Anda menyentuh permukaan yang terkontaminasi
dengan Clostridium Difficile, maka Anda mungkin tidak sadar menelan bakteri.
Usus mengandung jutaan bakteri, banyak yang membantu melindungi tubuh Anda
dari infeksi. Tetapi ketika Anda mengambil antibiotik untuk mengobati infeksi,
obat dapat menghancurkan beberapa bakteri yang baik untuk tubuh dan bakteri
yang menyebabkan penyakit. Tanpa bakteri baik yang cukup, Clostridium Difficile
dapat dengan cepat tumbuh di luar kendali. Antibiotik yang paling sering
menyebabkan infeksi Clostridium Difficile adalah fluoroquinolones,
sefalosporin, klindamisin dan penisilin.
Setelah terbentuk, Clostridium Difficile dapat menghasilkan racun yang
menyerang lapisan usus. Racun menghancurkan sel-sel dan menghasilkan patch
(plak) pada sel-sel yang meradang dan membusukkan puing-puing selular di dalam
usus sehingga akhirnya menyebabkan diare berair.
Strain agresif Clostridium Difficile telah muncul dan menghasilkan racun
yang lebih berbahaya dibandingkan dengan jenis strain lainnya. Strain baru
mungkin lebih tahan terhadap obat tertentu dan telah muncul pada orang yang
tidak berada di rumah sakit atau orang yang menggunakan antibiotik. Strain Clostridium
Difficile ini telah menyebabkan beberapa wabah penyakit sejak tahun 2000.
Penggunaan
antibiotik atau obat-obatan lain
Faktor risiko yang terkait dengan obat-obatan meliputi:
· Menggunakan antibiotik baru-baru ini.
· Menggunakan antibiotik spektrum luas yang menargetkan
berbagai bakteri.
· Menggunakan beberapa antibiotik.
· Menggunakan antibiotik untuk waktu yang lama.
· Menggunakan obat untuk mengurangi asam lambung seperti
proton pump inhibitor (PPI).
Berada di fasilitas layanan kesehatan
Mayoritas kasus Clostridium Difficile terjadi pada atau setelah seseorang
berada di tempat pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, panti jompo dan
fasilitas perawatan jangka panjang di mana kuman menyebar dengan mudah,
penggunaan antibiotik memang umum dan orang-orang di sana rentan terhadap
infeksi. Di rumah sakit dan panti jompo, Clostridium Difficile menyebar
terutama pada tangan dari orang ke orang, tetapi juga pada gagang keranjang,
bedrails, meja samping tempat tidur, toilet, wastafel, stetoskop, termometer
bahkan telepon dan remote kontrol. Jika Anda memiliki penyakit serius seperti
penyakit inflamasi usus atau kanker kolorektal atau sistem kekebalan tubuh yang
lemah akibat kondisi medis atau pengobatan (seperti kemoterapi), Anda lebih
rentan terhadap infeksi Clostridium Difficile. Risiko infeksi Clostridium Difficile
menjadi lebih tinggi jika Anda pernah menjalani operasi perut atau prosedur
gastrointestinal.
Usia yang lebih tua juga merupakan faktor risiko untuk infeksi Clostridium
Difficile. Dalam sebuah penelitian, risiko terinfeksi Clostridium Difficile
menjadi 10 kali lebih tinggi untuk orang-orang usia 65 tahun atau lebih tua
dibandingkan dengan orang-orang muda. Setelah memiliki infeksi Clostridium Difficile
sebelumnya, kemungkinan mengalami infeksi berulang bisa sampai 20 persen, dan
risiko meningkat lebih lanjut dengan setiap infeksi berikutnya.
• KESIMPULAN
Clostridium difficile yang menghasilkan toksin A dan B adalah mikroorganisme pathogen penyebab
penyakit pseudomembranous colitis, antibiotic associated diarrheae dan
infeksi nosokomial di rumah sakit. Sekitar 15-25% pasien J Kedokter Trisakti Vol.23 No.138 yang dirawat di rumah sakit
terkena infeksi penyakit ini. Diagnosis laboratorium dapat dilakukan dengan
pemeriksaan tinja yaitu kultur dengan cara isolasi kuman. Untuk mendeteksi toksin
dapat dilakukan pemeriksaan uji serologik dengan cara latex aglutinasi dan
ELISA. Sedangkan uji sitotoksik dapat dilakukan dengan biakan sel dan ligated
ileal loop. Cara lain yang dapat mendeteksi toksin A dan B dengan cepat
yaitu menggunakan teknik PCR.
Disimpulkan bahwa
proporsi CDAD cukup tinggi. Semakin muda umur, semakin banyak pemakaian
antibiotik, pemberian antibiotik dosis biasa secara oral dan semakin singkat
pemakaian antibiotik, maka kemungkinan menderita CDAD cenderung menjadi lebih
besar. Kecenderungan untuk menderita CDAD hampir sama berdasarkan status gizi.
Umur merupakan faktor paling dominan. Persentase CDAD paling tinggi pada anak
yang mendapat amoksisilin oral.
Bagi orang-orang dengan sakit parah, kegagalan organ atau radang selaput
dinding perut, operasi untuk mengangkat bagian yang sakit dari usus besar
mungkin satu-satunya pilihan. Pengobatan suportif untuk diare dapat dibantu dengan
pemberian banyak cairan yang mengandung air, garam dan gula seperti jus buah
yang diencerkan, minuman ringan dan kaldu. Jika Anda mengalami diaer berair,
maka makanlah makanan bertepung seperti kentang, mie, beras, gandum, dan
oatmeal. Pilihan yang baik lainnya adalah biskuit asin, pisang, sup dan sayuran
rebus. Jika Anda tidak lapar, Anda mungkin perlu makanan cair pada awalnya.
Setelah diare mereda, Anda mungkin mengalami kesulitan sementara mencerna susu
dan produk berbasis susu.
Untuk membantu mencegah penyebaran Clostridium Difficile, rumah sakit dan
fasilitas pelayanan kesehatan lainnya harus menerapkan pedoman pengendalian
infeksi yang ketat.
PATRIAWATI
NARENDRA, S. KM, M.K.M
Staf
Dinas P3AP2 & KB Kabupaten Tegal
Penyuluh
Anti Korupsi KPK RI 2019
Awardee
PPSDM Scholarship Kemenkes RI 2017
Penulis
Terbaik Mozaheksa PPI Perancis 2016
Juara
1 Penulis Veteran’s Day Aminef Fulbright USA 2015