Diposting pada 09 October 2020, 09:38 Oleh Mochammad Rizal Alim Kuncoro, S.Kom
Saat ini kita mamasuki era globalisasi dan digital,
dimana penggunaan dan transaksi data digital menjadi bagian yang tidak lepas dari
aktivitas kita sehari-hari. Kondisi ini berdampak bagi stake holder yang menyelenggarakan pelayanan publik untuk dituntut agar
memberikan pelayanan yang lebih cepat, tepat dan akurat, mengingat derasnya
pertukaran arus informasi dan berita yang terjadi. Masyarakat sekarang
merupakan masyarakat yang membutuhkan informasi dimana ruang dan waktu bukanlah
hambatan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan. Seiring dengan pesatnya
perkembangan teknologi informasi dan komunikasi tersebut, para penyelenggara pelayanan
publik baik dari unsur pemerintahan maupun swasta dipacu untuk dapat
mengoptimalkan teknologi informasi dan komunikasi dalam memberikan pelayanan
bagi masyarakat secara luas. Terlebih lagi bagi unsur pemerintah, kondisi ini tentunya
menjadi trigger untuk beradaptasi
dengan cepat dalam memberikan pelayanan publik berbasis teknologi informasi dan
komunikasi.
Latar belakang ini juga yang menjadi dasar Pemerintah
untuk dapat menerapkan konsep Smart City.
Dengan konsep Smart City, diharapkan
pengelolaan kota dilakukan dengan memanfaatkan teknologi informasi dan
komunikasi dapat mewujudkan pelayanan masyarakat yang lebih baik lagi. Konsep
Smart City juga diniliai meningkatkan partisipasi masyarakat dan pemerintahan
dalam memanfaatkan berbagi pakai data, memberikan masukan maupun kritikan
secara mudah untuk tata kelola pelayanan maupun pemerintahan. Konsep Kota
Cerdas (Smart City) menjadi isu strategis
bagi kota-kota besar di sebagian besar belahan dunia untuk diimplementasikan
pada daerah masing-masing. Penerapan konsep ini membuat masyarakat untuk berperan
aktif dan partisipasi dalam pengelolaan kota menggunakan pendekatan citizen centric, sehingga terjadi interaksi
yang lebih dinamis dan erat antara warga dengan penyedia layanan, dalam hal ini
khususnya adalah Pemerintah Daerah.
Menukil dari Jurnal Abdurrozzaq Hasibuan dan Oris
Krianto Sulaiman Dosen Universitas Islam Sumatera Utara bahwa pembangunan Smart City setidaknya memiliki empat
pilar, yaitu :
1.
Pilar Masyarakat, Pilar ini menitikberatkan kepada karakteristik masyarakat
yang harus dimiliki pada suatu kota ataupun daerah, temasuk pola pikir, akhlak,
dan ketaatan masyarakat tersebut terhadap kebijakan yang dilakukan oleh
Pemerintah. Pemerintah diharuskan dapat memberikan layanan edukasi kepada
masyarakat sehingga masyarakat dan pemerintah dapat memiliki pemahaman yang
sama untuk menerapkan konsep Smart City;
2.
Pilar Mekanisme Standar Pelayanan,
Pilar kedua ini mengatur tetang mekanisme dan standar pelayanan yang harus
dimiliki oleh Pemerintah dalam mengelola Smart
City, pilar ini juga mengatur tata kelola pola hubungan antar stakeholder, mekanisme integrasi layanan
publik dan berbagi pakai data untuk dapat dimanfaatkan oleh masyarakat maupun
pemerintah dalam mendukung pengambilan kebijakan atau keputusan. Data menjadi
variabel utama didalam Decision Support
System (DSS) atau Sistem Pendukung Keputusan bagi pemengang kebijakan
maupun digunakan sebagai tools untuk
melakukan kajian terhadap bidang tertentu;
3.
Pilar Infrastruktur Teknologi Informasi dan Komunikasi, yaitu Pilar sarana
dan prasarana yang harus disediakan oleh penyelenggara layanan baik Pemerintah
maupun swasta dalam memberikan layanan kepada masyarakat. Infrasruktur TIK
inilah yang nantinya menjadi backbone jalanya
pelayanan publik tersebut. Infrastruktur TIK ini terdiri dari perangkat keras
dan perangkat lunak yang digunakan untuk untuk mengintegrasikan pelayanan dan
data (informasi) untuk men-drive semua akses online,media automatisasi seperti
infrastrukur jaringan, broadband, data
center/cloud, data sharing platform/big data, aplikasi, cctv, dan
sebagainya.
4.
Pilar kelembagaan Smart City, yang
berfungsi sebagai analisator,integrator, evaluator, serta menyelaraskan IT Governance dengan bisnis proses.
Kelembagaan Smart City menjadi
organisasi yang akan terus melakukan pengembangan program-program Smart City secara terus menerus.
Terlebih lagi di kalangan Aparatur Sipil Negara (ASN)
istilah Smart City sudah tidak asing lagi ditelinga mereka, pasalnya
pembahasan terkait dengan Smart City di Pemerintah Pusat maupun di
kalangan Pemerintah Daerah begitu masif. Bahkan di lingkungan Pemerintah Pusat
mencanangkan Gerakan Program 100 Smart City yang merupakan program
bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Dalam Negeri,
Kementerian PUPR, Bappenas dan Kantor Staf Kepresidenan. Kementrian Komunikasi
dan Informatika berkomitmen menjadi lokomotif utama untuk mendorong Pemerintah
Daerah dalam mengembangkan Smart City.
IBM, Perusahan IT ternama yang berasal dari Amerika
adalah aktor yang mempopulerkan pertama kali istilah Smart City ini.
Perusahan tersebut menggaungkan konsep Smart
City untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat di perkotaan atau daerah
tertentu. Di Indonesia, belakangan ini, isu Smart
City trending topic di beberapa kalangan, mulai dari kalangan pemerintah,
swasta, akademisi hingga beberapa pakar yang membidangi keilmuan tertentu yang
terpadu. Smart City bagi suatu kota
ataupun daerah bukan hanya gelar prestisius, namun Smart City dimaknai sebagai langkah nyata untuk memajukan kota
ataupun daerah yang mengoptimalkan teknologi informasi dan komunikasi menjadi
bagian dari penyelenggaraan pemerintahan dari berbagai sektor sehingga
pelayanan kepada masyarakat lebih efektif dan efisien dari sisi biaya, ruang
dan waktu.
Smart City dapat dipahami sebagai
kota cerdas atau kota pintar yang dapat memberikan kualitas hidup yang lebih
baik dan lebih nyaman bagi masyarakat maupun penghuninya. Suatu kota atau
daerah dengan brand Smart City seharusnya
berdampak positif bagi semua lini pemenuhan kebutuhan warganya, mulai dari
kebutuhan primer, sekunder dan tersier. Sebagian besar warga merasa betah
tinggal di kota atau daerah tersebut karena semua pelayanan masyarakat sangat
mudah untuk diakses ataupun didapatkan, sehingga Indeks Kepuasan Masyarakat
terhadap semua pelayanan yang ada di kota atau daerah tersebut bernilai tinggi
bahkan sangat tinggi.
Konsep Smart City menjadi
solusi untuk perencanaan, penataan, dan pengelolaan kota atau daerah yang
saling terintegrasi dalam semua aspek kehidupan guna mendukung masyarakat yang
cerdas, berpendidikan, bermoral serta dapat meningkatkan kualitas hidup seluruh
lapisan masyarakat yang berkelanjutan dengan didukung dengan regulasi dan
penggunaan teknologi informasi dan komunikasi yang terpadu dengan dengan
disiplin ilmu lainnya. Namun demikian, pengertian atau definisi Smart City menurut beberapa Ahli
memiliki perbedaan pendapat, antara lain :
1.
Smart City didefinisikan juga
sebagai kota yang mampu menggunakan SDM, modal sosial, dan infrastruktur
telekomunikasi modern untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dan
kualitas kehidupan yang tinggi, dengan manajemen sumber daya yang bijaksana
melalui pemerintahan berbasis partisipasi masyarakat. (Caragliu, A., dkk dalam
Schaffers,2010).
2.
Smart City merupakan hasil dari
pengembangan pengetahuan yang intensif dan strategi kreatif dalam peningkatan
kualitas sosial-ekonomi, ekologi, daya kompetitif kota. Kemunculan Smart City
merupakan hasil dari gabungan modal sumberdaya manusia (contohnya angkatan kerja
terdidik), modal infrastruktur (contohnya fasilitas komunikasi yang
berteknologi tinggi), modal social (contohnya jaringan komunitas yang terbuka)
dan modal entrepreuneurial (contohnya aktifitas bisnis kreatif). Pemerintahan
yang kuat dan dapat dipercaya disertai dengan orang-orang yang kreatif dan
berpikiran terbuka akan meningkatkan produktifitas lokal dan mempercepat
pertumbuhan ekonomi suatu kota. (Kourtit & Nijkamp – 2012)
3.
Smart City (Kota Pintar), sebuah
pendekatan yang luas, terintegrasi dalam meningkatkan efisiensi pengoperasian
sebuah kota, meningkatkan kualitas hidup penduduknya, dan menumbuhkan ekonomi
daerahnya. Cohen lebih jauh mendefinisikan Smart City dengan pembobotan aspek
lingkungan menjadi: Smart City menggunakan ICT secara pintar dan efisien dalam
menggunakan berbagai sumber daya, menghasilkan penghematan biaya dan energi,
meningkatkan pelayanan dan kualitas hidup, serta mengurangi jejak lingkungan -
semuanya mendukung ke dalam inovasi dan ekonomi ramah lingkungan. (Cohen Boyd,
2013)
4.
Smart City merupakan kota dengan
investasi modal manusia dan sosial, dengan transportasi (tradisonal) dan
infrastruktur komunikasi modern serta pembangunan ekonomi yang berkelanjutan
dan kualitas hidup yg tinggi, dengan manajemen SDA yang bijaksana melalui tata
pemerintahan yang partisipatif. Giffinger (2010) dalam Jung Hoon (2014)
5.
Kota Cerdas atau Smart City, pada
umumnya didasarkan pada 3 hal, pertama faktor manusia, kota dengan
manusia-manusia yang kreatif dalam pekerjaan, jejaring pengetahuan, lingkungan
yang bebas dari criminal. Kedua faktor teknologi, kota yang berbasis teknologi
komunikasi dan informasi. Terakhir faktor kelembagaan, masyarakat kota
(pemerintah, kalangan bisnis dan penduduk) yang memahami teknologi informasi
dan membuat keputusan berdasarkan pada teknologi informasi. (Ahmad Nurman dalam
Manajemen Perkotaan).
Namun demikian, dari perbedaan definisi tersebut,
memiliki irisan yang sama bahwa secara umum konsep Smart City merupakan wilayah kota yang telah mengintegrasikan
teknologi informasi dan komunikasi dalam tata kelola sehari-hari yang dapat
meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik dan indeks kepuasan
masyarakat sehingga warga memiliki kesejahteraan yang baik dan kualitas kehidupan
yang lebih layak lagi.
Menyadur berita dari situs resmi Kementrian Kominfo
bahwa di Indonesia, konsep Kota Cerdas (Smart
City) diinisiasi oleh Pakar dari ITB, Suhono S. Supangkat. Kota cerdas
adalah kota yang paling cepat dan akurat memberikan solusi kepada warganya.
Suhono mengatakan bahwa konsep Smart City
ini terdiri dari komponen-komponen pendukung yakni :
1. Smart Economy (Ekonomi Cerdas)
Komponen yang menghasilkan suatu inovasi dan mampu menghadapi persaingan.
Semakin tinggi inovasiinovasi baru yang ditingkatkan maka akan menambah peluang
usaha baru dan meningkatkan persaingan pasar usaha/modal. Smart Economy, juga diartikan sebuah kota cerdas yang memiliki
tingkat perekonomian yang baik, pemanfaatan sumber daya atau potensi alam yang
dimiliki oleh kota secara efisien dan efektif. Pertumbuhan ekonomi merupakan
salah satu indikator untuk mengukur tingkat pembangunan di suatu daerah pada
periode waktu tertentu sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan
masyarakat secara umum.
2. Smart People (Masyarakat Cerdas)
Kreativitas dan modal sosial, pembangunan senantiasa membutuhkan modal,
baik modal ekonomi (economic capital),
modal usaha (human capital), maupun
modal sosial (social capital).
Kemudahan akses modal dan pelatihan-pelatihan bagi UMKM dapat meningkatkan
kemampuan keterampilan mereka dalam mengembangkan usahanya. Modal sosial
termasuk elemen-elemen seperti kepercayaan, gotong-royong, toleransi, penghargaan,
saling memberi dan saling menerima serta kolaborasi sosial memiliki pengaruh
yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi melalui berbagai mekanisme seperti meningkatnya
rasa tanggungjawab terhadap kepentingan publik, meluasnya partisipasi dalam proses
demokrasi, menguatnya keserasian masyarakat dan menurunnya tingkat kejahatan.
3. Smart Governance (Pemerintahan Cerdas)
Kunci utama keberhasilan
penyelenggaraan pemerintahan adalah Good
Governance, yang merupakan paradigma, sistem dan proses penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan yang mengindahkan prinsip-prinsip supremasi hukum,
kemanusiaan, keadilan, demokrasi, partisipasi, transparansi, profesionalitas,
dan akuntabilitas ditambah dengan komitmen terhadap tegaknya nilai dan prinsip
desentralisasi, daya guna, hasil guna, pemerintahan yang bersih, bertanggung
jawab dan berdaya saing. Pada komponen ini, Pemerintah sudah cukup serius untuk
membangun e-government yaitu
menetapkan kebijakan terkait dengan sistem pemerintahan berbasis elektronik
agar setiap pemerintah daerah mempunyai acuan atau landasan hkum dalam
merencanakan, melakukan dan mengembangkan e-government.
4. Smart Mobility (Mobilitas Cerdas)
Kemampuan untuk mengembangkan transfortasi dan pembangunan infrastruktur
sebagai bentuk penguatan sistem perencanaan infrastruktur kota. Pengelolaan
infrastruktur kota yang
dikembangkan di masa depan merupakan sebuah sistem pengelolaan terpadu dan
diorientasikan untuk menjamin keberpihakan pada kepentingan publik
5. Smart Environment (Lingkungan Cerdas)
Keberlanjutan dan sumber daya, lingkungan cerdas itu berarti lingkungan
yang bisa memberikan kenyamanan, keberlanjutan sumber daya, keindahan fisik
maupun non fisik, visual maupun tidak, bagi masyarakat dan publik lingkungan
yang bersih tertata, RTH yang stabil merupakan contoh dari penerapan lingkungan
pintar.
6. Smart living (Hidup Cerdas atau Hidup Berkualitas)
Kehidupan yang layak warga menjadi prioritas utama, sehingga dapat
meningkatnya kualitas kehidupan masyarakat dengan terpenuhinya semua kebutuhan
manusia baik kebutuhan primer, sekunder dan tersier. Pada komponen ini lebih
fokus terhadap kualitas hidup masyarakat dan kualitas hidup masyarakat yang
terukur juga dapat diartikan sebagai masyarakat yang berbudaya. Kualitas hidup
tersebut bersifat dinamis, dalam artian selalu berusaha memperbaiki dirinya
sendiri. Pencapaian budaya pada manusia, secara langsung maupun tidak langsung
merupakan hasil dari pendidikan. Maka kualitas pendidikan yang baik adalah
jaminan atas kualitas budaya, dan atau budaya yang berkualitas merupakan hasil
dari pendidikan yang berkualitas.