Diposting pada 17 June 2022, 14:22 Oleh Mochammad Rizal Alim Kuncoro
Masyarakat
semakin terdigitalisasi dan terhubung dengan banyak aktivitas sehari-hari dalam
ruang digital. Konsekuensi
dampak digitalisasi kurang
mudah untuk dipahami
karena kebanyakan orang belum
memiliki pengalaman langsung tentang digitalisasi. Digitalisasi bersifat
abstrak dan sulit dipahami, dalam
ha ini, untuk memahami sifat
dan masa depan masyarakat digital, diperlukan pemahaman digitalisasi. Kami
melihat bahwa konsep
'digi-grasping' dapat digunakan untuk menggenggam masyarakat digital.
Digi-grasping merupakan konsep untuk menganalisis
kesadaran dan keterlibatan dalam dunia digital serta
menyadari konsekuensi adanya dunia digital dan fisik. Menggenggam
masyarakat digital memungkinkan membuat keterikatan
etis dan estetika masyarakat dalam
memberdayakan orang untuk memahami dan mempertanyakan
pilihan dan motivasi di balik struktur digital saat ini dan menciptakan
struktur baru. Dengan
demikian, Digi-grasping
merupakan pendekatan penting untuk membentuk menggenggam
masa depan masyarakat
digital.
Gagasan
di balik penggunaan konsep digi-grasping adalah bahwa mengakui keberadaan
digital dan wujud dari perspektif postdigital. Digi-grasping dapat dipahami sebagai
berada dan mengetahui dalam ruang dan antarmuka antara digital dan fisik. Hal
ini tidak terbatas hanya untuk mempertimbangkan aspek berada di digital, atau
penggunaan digital, tetapi juga berurusan dengan keberadaan digital di
mana-mana. Kemudian, digi-grasping memperlakukan kondisi pasca-digital sebagai
kumpulan fenomena, teknologi, dan agensi yang mampu bertransformasi dan berubah
secara dinamis. Perspektif ini membuat ruang untuk digi-grasping ditawarkan
sebagai solusi alternatif pasca-digital serta memungkinkan kamampuan yang lebih
berdaya tentang bagaimana kondisi dan langkah yang dilakukan pasca digital
masuk dalam keseharian manusia.
Digi-grasping
sebagai sebuah konsep yang melaluinya kita dapat menggambarkan dan menganalisis
kesadaran dan keterlibatan dalam dunia digital. Definisi, digi-grasping
memiliki mode manifestasi yang berbeda, tetapi secara umum, digi-grasping dapat
dirumuskan sebagai penginderaan dan partisipasi aktif dan berdaya dalam dunia
yang semakin digital tidak hanya didasarkan pada pemahaman rasional, tetapi
pada pemahaman yang diwujudkan dalam intuisi dan harapan. Perlu dicatat bahwa
digi-grasping tidak bertujuan untuk mendefinisikan berada di ruang virtual,
tetapi adalah lebih tertarik pada dunia fisik yang dapat direpresentasikan
dalam ruang virtual.
Dalam
digitalisasi, Berry menunjukkan bahwa di
dunia pasca-digital, teknologi digital sangat terkait dengan aktivitas manusia
dan teknologi digital ini tidak boleh dilihat sebagai objek atau titik akhir
dari tindakan manusia, tetapi sebagai aktor dalam komunikasi konstan satu sama
lain, bukan manusia dan manusia yang disebut 'komputasi sehari-hari' (Berry,
2016). Interaksi berkelanjutan antara manusia dan non-manusia dan digital dan
fisik juga merupakan aspek kunci dari digigrasping, karena menekankan
prevalensi digitalitas dalam kehidupan kita sehari-hari. Seperti disebutkan
sebelumnya, Heidegger melihat manusia sebagai makhluk aktif yang membentuk
dunia fisik melalu proses pembuatan (Heidegger, 2009).
Digi-grasping
dapat digunakan untuk mendefinisikan hal yang membuat masuk akal dan dipahami
oleh manusia bahwa ada dunia yang terdiri dari digital dan fisik. Manusia dapat
menjadi mahluk yang dapat memanfaatkan dunia fisik dan digital dalam genggaman
mereka dengan pemikiran dan kemampuan intelektual yang tinggi. Merleau-Ponty
mendefinisikan menggenggam sebagai pengetahuan yang mendahului pengetahuan
rasional dan sebagai pemahaman seseorang tentang posisi dan situasinya.
pengetahuan rasional, dan pemahaman tentang posisi dan situasi seseorang,
sangat penting dalam menggenggam teknologi digital.(Morozov, 2014)
Melalui
digi-grasping dapat melihat keterampilan yang tidak dapat diukur dalam hal
bakat digital yang lebih umum, seperti keterampilan pemrograman, keterampilan
penggunaan piranti lunak maupun keterampilan teknis optimalisasi perangkat
elektronik. Dengan demikian digi-grasping dapat digunakan untuk mengekspresikan
pengetahuan tentang keberadaan digital yang sulit untuk diukur agar membuat
terlihat dan dapat menjelaskan pengetahuan ini secara lebih akurat melalui
contoh dan sebagai cara yang berbeda dari keberadaan dan tindakan dalam
antarmuka antara digital dan fisik.
Bagaimana
kita membuat batas dan perbedaan antara fisik dan digital terlihat? Ini adalah
pertanyaan kunci dari sudut pandang tampilan
digi-grasping.
Contoh nyata yang sudah banyak dilakukan adalah eskplorasi seni yang
merupakan kolaborasi antara manusia dengan draw-bot. Draw-bot gambar dan seniman menggambar di
permukaan yang sama dan meniru satu sama lain. Bot adalah mesin digital dengan
sistem sensor yang
digunakan untuk mendeteksi hal-hal di dekatnya. Itu dapat diprogram untuk
menghindari tabrakan dengan gambar seninam pada permukaan yang sama, atau dapat
diprogram untuk melakukan sesuatu yang lain.
Draw-bot, yang merupakan perangkat
digital dalam domain analog, menonjolkan perbedaan antara digital dan fisik, bukan dengan
menyatakannya secara eksplisit, tetapi cara kerja
draw-bot yang digunakan dalam
pertunjukan seni gambar.
Manusia dapat
mengalami tindakan robot
dan kehadirannya, yang bisa terasa akrab tetapi juga jauh. Kuncinya adalah
tidak sepenuhnya memahami cara kerja mesin
digital, atau komunikasi dengannya, tetapi untuk meningkatkan kesadaran digital
di ruang fisik yang dapat dilihat pada Gambar 3. Kolaborasi Draw-bot & Seniman. Kolaborasi
ini dapat menggambarkan konseptualisasi
perbedaan antara mode keberadaan digital dan fisik. Konsep
ini dapat meningkatkan
experience dan membantu kita menjadi lebih sadar
akan 'bot' lain di lingkungan fisik, dan cara
interaksinya
Platform digital yang dapat diakses secara mobile tanpa batas ruang dan waktu
berimplikasi terhadap peningkatan kesadaran masyarakat akan mekanisme teknologi
digital. Munculnya banyak aplikasi berbasis web 2.0 dan mobile
merupakan bagian ekspresi individu dalam berkreasi dan inovasi dengan
teknologi digital dalam merespons kebutuhan masyarakat yang dapat bermanfaat
serta memperoleh keuntungan dari sektor bisnis. Dengan menggenggam digitalitas, kita dapat menggunakannya
sebagai agen perubahan atau sebagai alat untuk berekspresi.
Platform digital yang kooperatif dapat digunakan sebagai alternatif ideologis, politik dan sharing economy (Schoolz, 2014). Munculnya
berbagai macam platform digital seperti e-commerce,
gojek, grab, aplikasi bisnis investasi digital dan lainnya mendistribusikan nilai
yang memanjakan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan manusia hanya dalam
genggaman. Dari perspektif digi-grasping,
platform digital yang kooperatif bukan hanya
menunjukkan kesadaran
dan tindakan yang harus dilakukan tentang dampak digitalisasi,
tetapi juga memberikan stimulus terhadap kemauan manusia untuk aktif dan mengubah struktur
sosial ekonomi secara fisik menggunakan ruang digital. Demokratisasi
ekonomi digital yang bersifat sharing
economy telah terbukti mampu mendongkrak roda perekonomian di kalangan
masyarakat bawah dan papan atas serta menciptakan
perubahan dalam masyarakat. Hal ini menjadi seharusnya menjadi pijakan bagi para
pemimpin untuk mengoptimalisasi teknologi digital sebagai visi yang harus
dicapai baik di pemerintahan maupun sektor swasta, yakni bagaimana teknologi
digital sebagai lokomotif utama yang menarik perubahan yang lebih baik di
banyak aspek.
Sumber : Dufva, T., & Dufva, M.
(2019). Grasping the future of the digital society.
Futures, 107, 17–28. https://doi.org/10.1016/j.futures.2018.11.001
Pemahaman digitalitas
dan digitalisasi berpeluang menciptakan pengetahuan melalui experience dengan dunia dalam genggaman (Heidegger, 2005).
Pernyataan tentang pembangunan pengetahuan melalui pembuatan dan keberadaan di
dunia ini menciptakan alasan yang kuat untuk pengetahuan yang lebih maju. Namun, pengamatan ini
sebelumnya terbatas pada wacana tentang dunia fisik. Digi-grasping memperluas penciptaan
dan penggunaan pengetahuan yang terkandung melalui pembuatan ke dalam ranah
digital. Digitalitas menembus keberadaan kita dan dunia yang kita rasakan dalam
berbagai cara dan kompleks (Berry, 2016). Digital dapat dimanfaatkan dibidang kesehatan,
dimana kondisi tubuh manusia dapat diketahui melalui perangkat digital, seperti
mengukur detak jantung, aktifitas otak, analisis sampel darah dan DNA dan masih
banyak contoh pemeriksaan kesehatan lainnya. Melalui contoh-contoh perwujudan digital bahwa aspek digitalitas melampaui
pengetahuan teknis atau intelektual yang memiliki moral dan estetika ke
dunia digital. Pentingnya kesadaran hal tersebut membuat peningkatan pembuatan dan
penggunan media digital di berbagai bidang dan membantu setiap orang mengerti
posisinya baik secara fisik dan digital. Konsep digi-grasping memungkinan untuk lebih mudah memahami
jangkauan digitalisasi, atau bahkan merasakan lebih berdaya di dunia pasca-digital.